Orang tua ataupun anggota keluarga lainnya,sebaiknya tidak bertengkar di depan anak,terlebih yang masih balita. Soalnya mereka belum mengerti apa-apa,sementar aspek peniruan atau modeling kuat sekali. Hingga kemungkinan besar anak pun akan meniru berkata kasar atau melampiaskan kemarahannya pada orang tua maupun keluarga / orang lain.Kemampuannya untuk berpikir sebab-akibat masih terbatas. Hingga ia pun masih sulit mencerna mengapa pertengkaran ibu-bapaknya bisa terjadi.
Selain itu, anak juga masih bersifat egosentris. Artinya, seluruh perhatiannya masih terpusat pada dirinya belum pada anggota keluarganya. Nah, pada anak yang sensitif bukan tidak mungkin ia akan menyimpulkan bahwa pertengkaran kedua orang tuanya sepenuhnya gara-gara dia. "Jangan-jangan karena aku”.Atau "Aduh, aku sama siapa kalau mereka pergi?" kalau kebetulan ia mendengar ayah/ibunya mengancam akan pergi. Tak heran kalau rasa cemas dan takut selalu membebani anak.
Kalau hubungan dalam keluaraga / perkawinan baik, biasanya mereka akan lebih sabar dan mudah memahami anaknya. Bukankah anak usia ini memang sedang memasuki masa negativistik, semisal jadi "hobi" membangkang hingga terkesan susah diatur, misalnya. Pasangan yang memiliki hubungan baik satu sama lain biasanya juga lebih mampu mengontrol diri.
Mereka mungkin memilih tempat di kamar atau di mobil di mana tidak ada anak.Sebaliknya,kalau hubungan perkawinan suami-istri / keluarga buruk, tak jarang justru pertengkaran sengaja dilakukan di depan anak agar anak tahu. Padahal di usia ini manalah mungkin mengharap anak bisa menilai/menentukan siapa yang salah dan benar di antara kedua orang tuanya.
Jangan bertengkar di depan anggota keluarga (anak).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment